Tanahku Milik Cina
Indonesia dulu merupakan negara agraris, tapi sekarang semakin tidak terdengar lagi kata-kata agraris untuk Indonesia. Pada masa kepemimpinan Soeharto Indonesia mampu menjadi negara dengan tingkat impor terendah berupa swasembada beras. Namun sekarang ini pemerintah tidak lagi mempedulikan sektor agraris kita dan malah bertumpu pada sektor lain seperti industri, perdagangan dan jasa, sehingga sektor agraris pun sudah dianggap ketinggalan jaman. Padahal pangan merupakan hal pokok dalam peningkatan kesejahteraan manusia di suatu negara. Bayangkan saja sekarang ini lahan pertanian SUDAH JARANG KITA TEMUI, termasuk di kawasan pedesaan. Pembangunan proyek-proyek sudah masuk ke dalam pedesaan dan menggerus lahan pertanian kita. Bahkan petani sekarang lebih memilih menjual lahan pertaniannya dan beralih ke profesi lain yang dianggap menguntungkan. Bagaimana tidak biaya operasional yang tinggi tidak diimbangi dengan pendapatan yang sepadan. Selain itu tidak jarang pula para petani harus berjuang dan mempertaruhkan hidupnya dengan menanam namun pada suatu titik terserang hama dan terkendala musim yang menyebabkan mereka gagal panen.
Hal yang paling mencengangkan adalah lahan pertanian di kawasan pedesaan sudah jarang dimiliki oleh penduduk setempat lantaran diperjual-belikan kepada pihak asing khususnya pihak Cina, Jepang dan Korea yang mulai menginvestasikan modalnya secara besar-besaran di Indonesia. Misalnya saja di Kabupaten Karanganyar, lahan pertanian yang ada di tempat-tempat di pelosok Kabupaten Karanganyar sudah dikuasai sebagian besar oleh orang-orang Cina untuk proyek pembangunan industri dan lainnya. Lalu apakah negara ini akan tinggal diam, tanahnya dikuasai oleh pihak Asing sementara penduduknya tidak memiliki tanah dan menyewa milik asing.... Ini merupakan sesuatu yang lucu menurut saya, tinggal di negara sendiri, tapi tanah milik penduduk negara lain... Seharusnya ada tindakan tegas dari pemerintah untuk membatasi jumlah orang asing untuk memiliki tanah di Indonesia, apalagi tanah ini merupakan lahan produktif yang seharusnya digunakan untuk kegiatan pertanian. Lalu mau makan apa anak cucu kita nanti, apakah terus-terusan mengandalkan impor beras, yang justru negara kita mengimpor dari negara yang notabennya bukan negara agraris
Komentar
Posting Komentar